Sempet ga komunikasi beberapa
lama sama Kiki, dan memang gue terkadang gatel juga buat komunikasi sama doi.
Apa daya, itu harus coba gue tahan dulu sementara, menunggu suasana hati
kembali stabil dulu, jadi ga kebawa perasaan nanti malah jadinya terlalu
sensitif. Nah, kalau perasaan udah stabil, dan rasa kangen udah ga ketolong,
satu saran gue, jangan bohongin perasaan kita. Jujur aja apa adanya, buka hati
dan pikiran tapi tetep jangan kebawa nafsu, dan pengen semua permasalahan cepet
selesai. Kami emang break, tapi pada saat salah satu atau bahkan dua pihak mau
ketemu dan bisa saling nyanggupin ya ga perlu ditahan, minimalnya anggap
pasangan kita sebagai sahabat, wich means she is still part of our heart. Dan
buktinya? Eng..ing..eng.. Kami merasa lebih nyaman, dan semakin nyaman,
berangsung-angsur pun masalah kami terselesaikan.. Sampai kepada konklusi, we
will stay like this until we married.. memulai lagi semuanya bukan sebagai
pacar, tapi sebagai sahabat perjuangan yang sedang memperjuangkan masa depan
Kami bersama. Dengan berbagai macam hal yang gue alami sebelumnya tadi, udah
cukup ngasi gue pelajaran bahwa kedewasaan dalam hubungan akan terjalin jika adanya
komitmen untuk masa depan, kita akan dengan sendirinya menaklukan ego kita,
emosi kita, sambal terus memperbaiki diri. Dan kembali lagi yang terpenting
adalah, jalani apa yang mengganggu pikiran, lepaskan segala beban sambil tetap
berpegang teguh pada apa tujuan kita di masa depan. Manusia jelas banyak
maunya, namun kita lah yang harus memilah milih mana kemauan kita yang lebih
diutamakan dan diperjuangkan lebih dibanding yang lain. Dari obat-obat pait
inilah, yang pada akhirnya membuat gue yakin bahwa Kiki lah yang gue pilih
menjadi istri gue.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar