CHAPTER 4: OSPEK, BUKAN SEKEDAR CAPEK…

CHAPTER 4:

OSPEK, BUKAN SEKEDAR CAPEK…

Mulailah kehidupan sebenarnya di kampus, bebas dari seragam sekolah, bebas dari kewajiban sepatu hitam, bebas rambut gondrong urakan, dan bebas absen ketat juga tentunya. Menjadi mahasiswa, menurut gue ialah menjadi diri kita yang sebenarnya, sekaligus juga menemukan jati diri yang sebenernya. Di kampus kita bebas berkreatifitas semaksimalnya, mencari ilmu seluas-luasnya, wadah serta fasilitas yang tentunya membantu kita menjadi apa yang kita mau. Gue beruntung bisa masuk “Program Study Teknik Perkapalan” “Departemen Teknik Mesin” “Fakultas Teknik” “Universitas Indonesia”, kenapa gue kasih petik semua aspek? Karena memang gue memiliki kenangan dan pelajaran-pelajaran penting dari kesemua aspek tersebut.

Sebelum menceritakan lebih jauh, gue mau sharing dulu pengalaman awal-awal gue masuk kampus yang pastinya masih culun-culunnya dan sotoy-sotoynya. Sebelum bebas di kampus, tentunya ada ospek fakultas terlebih dahulu, dan di Teknik saat itu namanya PPAM (Proses Pembekalan Anggota Muda, bukan Pemuda Pemudi Anti Mandi) lebih tepatnya “Pembantaian”, di situ para mahasiswa baru dibantai untuk bisa naik peringkat dari”IKM Muda” menjadi “IKM Aktif” yang katanya baru bisa diterima jadi junior sama seniornya, baru bisa bebas bergaul di Kantek(Kantin Teknik). Maklum saat itu gue juga masih bego, yang belakangan gue tau ternyata enggak terlalu memberikan efek juga predikat itu. Berita “baik”nya, gue ospek sebagai anak mesin dengan warna hitam-nya, yang katanya paling ganas dan paling gahar ospeknya. Mampus!!

Dulu bisa dibilang gue dengan sotoy-nya aktif, bahkan gue sempet dicalonkan menjadi ketua angkatan mesin. Beruntungnya gue kalah 6 suara dari sang ketua angkatan, Zico.Tapi yang parahnya, Zico selama kuliah enggak pernah keliatan megang angkatannya ibaratnya “Antara Ada dan Tiada” dan calon ketiga, Hamam, Akhirnya pindah ke Ekonomi UI, inilah yang namanya sotoy mau di”MATIL”in(ditumbalin, red). Waktu PPAM ini gue bela-belain ikut seluruh rangkaiannya, walaupun waktu itu gue sempet kecelakaan motor dimana tangan gue cuma jadi seonggok daging berbau balsam yang ditenteng leher gue pake kaen. Emang parah yang namanya PPAM itu, ngabisin waktu dan pikiran, ngerjain essay-essay yang engga ada abisnya, pake mesin ketik pula, push up engga berenti, pake baju yang bau karena keringetan dan engga ganti-ganti. Tapi kalo menurut gue, ini engga separah BDM-MPK(Bimbingan Dasar Manajemen MPK) waktu SMA dulu.

Walaupun banyak negative dan nyusahinnya, Kontribusi positif gue yang paling besar saat itu ialah sewaktu Lomba Debat Teknik, dan gue termasuk yang dipilih mewakili Tim Teknik Mesin bersama Maman, Ardi, Cossa, dan Sabdo. Di sana gue belajar trik-trik dan strategi dalam debat, seperti disiplin dalam memainkan peran, menjatuhkan mental, memancing emosi, meyakinkan orang, mengembangkan data, and everything learning by doing. Sayangnya kami saat itu hanya berhasil mencapai semi-final.

Akhirnya gue pun dapat dengan bangga-nya menenggak “Kopi Mesin”, sebagai lambang diterimanya kami sebagai anak mesin. Perlu diketahui, kalau kita jalanin dengan positif, ospek yang udah capek-capek senior kita bikin itu bukan semata-mata untuk memberikan tekanan kepada kita, tapi banyak hal positif yang bisa kita pelajari sebagai latihan dasar menghadapi kegiatan-kegiatan di kampus yang lebih dari sekedar tekanan saja. Terima kasih buat para senior!