ABSTRAK
Peningkatan jumlah penduduk yang pesat dan terbatasnya lahan darat, membuat masyarakat mulai mencari alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan yang tinggi terhadap lahan untuk pemukiman dan kegiatan ekonomi, sehingga membuat pengembangan kota Jakarta sebagai waterfront city menjadi sebuah solusi yang tidak bisa dielakkan. Sebagai proses menangani masalah perkotaan yang jauh lebih besar, Jakarta Waterfront City merupakan konsep yang berbasis pengembangan sumber daya kelautan dan perikanan termasuk penataan permukiman di pesisir pantai, penanganan masalah sampah, regulasi masalah pembuangan limbah serta masalah sosial yang menyangkut kondisi nelayan dan kondisi kesehatan masyarakat di sekitar pantai karena konsep ini sangat berkorelasi dengan kehidupan nelayan. Pada kenyataannya proses pemberdayaan kota Jakarta menjadi Waterfront City pun berjalan tidak semestinya, pantai utara yang kini ditumbuhi perumahan mewah, apartemen, tempat hiburan, dan kawasan industri malah mengakibatkan kerusakan ekosistem laut, cepat meluapnya air sungai, ditambah lagi adanya Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor 14 Tahun 2003 yang menilai amdal proyek reklamasi pantai utara tidak layak, jelas yang pertama menjadi korban adalah penduduk nelayan miskin. Modernisasi memang sudah tidak bisa dihindarkan, berbekal kepedulian akan hal ini, kami menawarkan sebuah konsep inovatif, yaitu membangun dan mengembangkan kawasan cagar budaya nelayan terapung. Cagar Budaya Nelayan Terapung ini memiliki pondasi-pondasi lambung kapal pelat datar, tata letak sarang lebah, dan mengusung visi desa mandiri dan berwawasan lingkungan yang diharapkan bisa diterima dan menjadi originalitas penunjang waterfront city sebagai solusi mengentaskan masalah yang ada tanpa harus kesulitan dalam masalah keterbatasan lahan.
Definisi Kawasan Cagar Budaya secara umum ialah kawasan konservasi terhadap benda-benda alam atau buatan manusia yang dianggap memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Kawasan Cagar Budaya Nelayan Terapung yang dimaksud di sini ialah, suatu lokasi yang memiliki fungsi atau manfaat melestarikan budaya tradisonal maritim nelayan yang dimiliki oleh masyarakat tapi pengelolaannya dikuasai oleh pemerintah dan terikat dalam suatu peraturan dan perundang-undangan yang berlaku yang diharapkan dapat menjaga orisinalitas kehidupan nelayan, juga nantinya berfungsi sebagai konservasi ekosistem ,biota-biota laut dan pemberdayaanya. Kawasan Cagar Budaya Nelayan ini memiliki lokasi terapung (offshore) sehingga tidak terhambat masalah keterbatasan lahan.
Definisi Kawasan Cagar Budaya secara umum ialah kawasan konservasi terhadap benda-benda alam atau buatan manusia yang dianggap memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Kawasan Cagar Budaya Nelayan Terapung yang dimaksud di sini ialah, suatu lokasi yang memiliki fungsi atau manfaat melestarikan budaya tradisonal maritim nelayan yang dimiliki oleh masyarakat tapi pengelolaannya dikuasai oleh pemerintah dan terikat dalam suatu peraturan dan perundang-undangan yang berlaku yang diharapkan dapat menjaga orisinalitas kehidupan nelayan, juga nantinya berfungsi sebagai konservasi ekosistem ,biota-biota laut dan pemberdayaanya. Kawasan Cagar Budaya Nelayan ini memiliki lokasi terapung (offshore) sehingga tidak terhambat masalah keterbatasan lahan.
Ife (1995) mengemukakan sejumlah prinsip yang dilakukan dalam pembangunan masyarakat adalah antara lain 1) terintegrasinya berbagai elemen pembangunan seperti aspek sosial, ekonomi, politik, budaya, personal, lingkungan dsb. 2) Ada pemberdayaan dan kemandirian. Pemberdayaan mengacu pada kata “empowerment”, memberi daya, memberi ‘power’ (kuasa), kekuatan, kepada pihak yang kurang berdaya. Segala potensi yang dimiliki oleh pihak yang kurang berdaya itu ditumbuhkan, diaktifkan, dikembangkan sehingga mereka memiliki kekuatan untuk membangun dirinya. 3) ketidaktergantungan kepada negara atau pihak luar.
Konsep Cagar Budaya Nelayan Terapung ini merupakan kawasan pemukiman-pemukiman nelayan yang terorganisir dan tertata dalam satu lokasi khusus, seperti sebuah desa terapung. Agar konsep ini dapat direalisasikan Konsep ini harus memenuhi unsur-unsur arsitektur yang mencakup Keindahan / Estetika (Venustas), Kekuatan (Firmitas), dan Kegunaan / Fungsi (Utilitas). Arsitektur dapat dikatakan sebagai keseimbangan dan koordinasi antara ketiga unsur tersebut, dan tidak ada satu unsur yang melebihi unsur lainnya. Berikut akan dipaparkan gambaran Konsep Cagar Budaya Nelayan Terapung yang tentunya memenuhi ketiga unsure arsitektur di atas.
- Bentuk Bangunan Pemukiman Nelayan
Keuntungan dari penggunaan lambung kapal catamaran pelat datar sebagai pondasi pemukiman nelayan ialah sebagai berikut:
1. Dengan bahan plat-plat datar tentunya biaya pembuatan lambung kapal ini menjadi lebih murah dibanding pembuatan lambung kapal secara konvensional.
2. Pembuatan lambung kapal ini sangat mudah tidak perlu keahlian khusus yang harus dikerjakan di galangan, jadi dapat dibuat dengan teknik las sederhana.
3. Penggunaan lambung kapal pelat datar sangat tepat digunakan untuk permukiman tidak bergerak, karena tidak perlu memikirkan factor hambatan dan lain-lain
4. Desain lambung Catamaran memiliki tingkat kestabilan yang sangat tinggi dengan ruang muat yang sangat besar, sehingga cocok untuk dijadikan permukiman
5. Desain pemukiman dengan lambung kapal sebagai pondasinya jelas lebih kokoh dan lebih aman daripada penggunaan tiang-tiang.
6. Jika terjadi bencana yang tidak diharapkan, desain pemukiman seperti ini dapat berubah fungsi menjadi kapal, sehingga setidaknya dapat bertahan menghadapi bencana tersebut.
- Tata Letak Konsep Desa Nelayan Terapung
Sebenarnya sistem tata letak Konsep Desa Nelayan Terapung ini tidak jauh berbeda dengan desa terapung yang sudah ada, yaitu rumah satu dan rumah lainnya dihubungkan dengan jembatan, namun ditambah sedikit modifikasi dalam penataaanya, dimana kami mengusung konsep penataan sarang lebah sehingga jika difoto udara akan tertata rapi, dengan Sebuah Bangunan Besar di tengah pusat intinya, yaitu sebuah laboratorium konservasi yang akan dijelaskan lebih spesifik pada poin berikutnya. Untuk tindak lanjutnya, jelas dibutuhkan kontribusi dari pihak yang ahli dari bidang arsitekur ini sendiri.
- Laboratorium Pusat Pengembangan Pengabdian Masyarakat Pesisir
Seperti yang telah disebutkan pada point sebelumnya, dimana dalam konsep Cagar Budaya Nelayan Terapung ini terdapat sebuah Laboratorium Pusat Pengembangan Pengabdian Masyarakat Pesisir yang terletak di jantung Desa Nelayan. Sama Seperti konsep bangunan permukiman nelayan, Laboratorium ini juga memiliki Pondasi kapal katamaran Pelat Datar yang sangat besar dan luas. Laboratorium ini nantinya akan diisi oleh pihak-pihak akademisi intelektual yang dapat secara langsung memberikan kontribusi kepeduliannya kepada ekosistim masyarakat pesisir.
Fungsi dan Manfaat Dari Laboratorium Pengembangan Pengabdian Masyarakat Pesisir ini antara lain:
1. Tempat pusat control seluruh kegiatan di desa nelayan terapung ini
2. Tempat dimana pihak-pihak intelektual akademisi dapat menampung ide-ide, gagasan-gagasan lalu melakukan penelitian-penelitian yang merupakan bentuk kepeduliannya dalam mengembangkan visi Jakarta Waterfront City
3. Dapat menjadi tempat konservasi ekosistem dan biota-biota laut yang bisa diteliti lebih dalam lagi dalam hal pemanfaatan dan pelestariannya
4. Pusat Kajian Bisnis yang berhubungan dengan seluruh pemanfaatan yang ada dalam konsep Jakarta Waterfront City.
5. Menjadi Pusat kajian maritime dimana perkembangan sejarah maritime di Indonesia tersimpan di dalamnya yang nantinya dapat menjadi sumber ilmu bagi generasi-generasi penerus bangsa.
- Pusat Rekreasi dan Bisnis Bahari
Sudah menjadi wacana publik bahwa saat sekarang ini, masyarakat Jakarta sangat membutuhkan adanya alternatif lain tempat rekreasi, terutama pada saat liburan dan hari-hari besar lainnya. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk Jakarta yang semakin tak terkendali, sebagai dampaknya tempat-tempat hiburan dan rekreasi sekitar Jakarta semakin dipadati, yang akhirnya membuat para pengembang bisnis pun memanfaatkan kondisi ini dengan mengeksploitasi sumber-sumber alam lainnya yang ada. Sayangnya, yang dijadikan objek eksploitasi adalah terpaku pada sumber yang ada di darat. Menjadikan Cagar Budaya Nelayan Terapung ini dapat menjadi solusi alternative untuk menghadapi hal tersebut di atas karena sangat mungkin untuk menempatkan unsure-unsur rekreasi seperti restaurant, pemancingan, diving biota laut, Tambak dan lain-lain. Hal inipun secara tidak langsung membuka peluang kerja baru, juga meningkatkan produktifitas dari nelayan-nelayan yang berada di Desa Terapung tersebut.
- Transportasi Hemat Energi
Untuk mencapai Kawasan Cagar Budaya Nelayan Terapung ini, yang jaraknya kami perkirakan sekitar 1 mil laut dari daratan tentunya dibutuhkan suatu moda transportasi. Moda transportasi yang kami canangkan ialah dengan menggunakan kapal layar konvensional tanpa motor, dengan kata lain “back to nature”, sekaligus semakin menonjolkan nilai Cagar Budaya, yang mana kita tahu bahwa pada zaman kejayaan maritime dulu kita dikenal sebagai pelaut-pelaut unggul dengan kapal-kapal layarnya. Dengan digunakannya kapal layar kembali, maka jelas secara tidak langsung mengusung konsep hemat energy. Kapal-kapal tersebut pun dibuat berlambung pelat datar, sehingga mudah dan ekonomis dalam pembuatannya.
- Pengolahan Sampah dan Limbah
Suatu pemukiman jelas tidak akan lepas dari unsure sampah dan limbah, terlebih lagi jika pemukiman ini berada terapung di atas laut. Hal ini pun merupakan satu hal yang kami perhatikan, dimana laut yang biru tidak boleh tercemar dengan adanya Cagar Budaya Nelayan Terapung ini juga desa ini tidak boleh terlihat kumuh. Hal-hal yang bisa dilakukan sebagai wujud kepedulian kita kepada sampah dan limbah ialah:
1. Membiasakan adanya tempat pembuangan sampah di setiap rumah, dengan menerapkan pemisahan sampah organic dan anorganik
2. Sampah Organic, dapat diolah menjadi pakan makanan ikan yang ada di sekitar Kawasan tersebut, juga dapat diolah menjadi pupuk untuk bias disupply ke pesisir
3. Pemanfaatan sampah anorganic berbasis masyarakat yang nantinya dapat menjadi income tambahan
Selain sebagai konsep berwawasan lingkungan dan menjaga kebersihan, hal ini pun secara tidak langsung membuka lapangan usaha sendiri untuk masyarakat Nelayan, juga menjadi bahan penelitian yang bias dikembangkan oleh Laboratorium.
- Menerapkan Sistem Mandiri Energi
Sistem Mandiri energi, adalah salah satu system yang sedang trend sekarang ini. Semua berlomba-lomba untuk mengembangkannya. Cagar Budaya Nelayan Terapung ini pun tentunya harus mengedepankan hal ini, dimana jelas tidak ada asupan listrik dari PLN yang notabene berada di darat. Sedangkan untuk kehidupan di sana juga sangat jelas tidak mungkin bila tidak ada sumber listrik.
Tapi ini bukan berarti konsep ini kembali ke zaman dahulu, ternyata banyak pula hal-hal yang dapat dimanfaatkan dengan adanya pemukiman terapung di atas laut, antara lain:
1. Intensitas cahaya dan panas matahari yang lebih tinggi disbanding di darat sangat mendukung untuk diterapkannya system solar cell.
2. Tenaga angin yang cukup besar berada di tengah lautan juga tentunya dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik tenaga angin
3. Arus gelombang laut pun cukup untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik tenaga air
- Penyediaan Air Bersih
Berada di tengah laut tentunya sulit mendapatkan air bersih, kebutuhan akan air bersih yang sangat banyak pun tidak bias dihindarkan. Namun dengan sudah adanya system pengolahan air laut menjadi air tawar, salah satunya dengan cara sistem reverse osmosis, hal ini akan mudah ditangani. Cukup dengan menempatkan satu pusat air bersih yang nantinya akan disalurkan ke rumah-rumah dengan pipa.
- Pihak-Pihak yang Terkait dalam Realisasi Cagar Budaya Nelayan Terapung
PBB merumuskan definisi pembangunan masyarakat (community development) sebagai suatu proses dimana semua usaha swadaya masyarakat digabungkan dengan usaha-usaha pemerintah setempat guna meningkatkan kondisi masyarakat di bidang ekonomi, sosial dan kultural, serta untuk mengintegrasikan masyarakat yang ada ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan memberi kesempatan yang memungkinkan masyarakat tersebut untuk membantu secara penuh pada kemajuan dan kemakmuran bangsa(Conyer, 1994).
Jika Melihat bagan tersebut, bagan yang juga mengusung konsep segi enam sarang lebah terdapat 6 pihak yang nantinya akan disatukan dan turut berkontribusi dalam pengembangan Cagar Budaya Nelayan Terapung :
a. Masyarakat Nelayan
Jelas diutarakan pada awal pembahasan, bahwa konsep Jakarta waterfront city memiliki visi meningkatkan kesejahteraan nelayan, hal ini pula yang menjadi prioritas utama konsep cagar budaya nelayan terapung, masyarakat nelayan sebagai subjek pelaksana yang nantinya mendapatkan efek positif langsung.
b. Akademisi Universitas Indonesia
Pengembangan Cagar Budaya Nelayan Terapung ini tentunya tidak lepas dari kontribusi kaum Intelektual Akademisi muda yang jelas nantinya akan menjadi penerus pemimpin-pemimpin Bangsa ini. Universitas Indonesia, Universitas negeri terbaik yang notabene berada di wilayah Jakarta, dengan adanya sinergi teknik perkapalan, arsitektur, teknik lingkungan, teknik mesin, biologi, fakultas ilmu budaya, serta jurusan-jurusan lain di dalamnya, jelas dapat memberikan kontribusi lebih besar, terutama di Laboratorium sebagai fasilitas akademisi intelektual menuangkan seluruh gagasannya.
c. Masyarakat Kota Jakarta
Menjadi kawasan unik, berbeda, berbudaya, berpendidikan, dan natural, tentulah menjadi daya tarik Cagar Budaya Nelayan Terapung ini bagi masyarakat yang secara khusus adalah masyarakat kota Jakarta. Sebagai alternative rekreasi dan edukasi, tentunya masyarakat kota Jakarta sendiri yang nantinya akan menjadi objek penikmat sekaligus subjek pemasukkan dari Cagar Budaya Nelayan Terapung ini.
d. Pemerintah Kota Jakarta
Sebagai lembaga yang paling berwenang menjalankan segala macam kegiatan di kota Jakarta, tentulah Pemerintah Kota Jakarta berfungsi sebagai pemberi instruksi juga pengawasan pembangunan dan pengembangan Cagar Budaya Nelayan Terapung, sebagai timbal baliknya, Konsep ini dapat menjadi pemasukkan tambahan untuk pembangunan Jakarta sebagai Waterfront City.
e. Perusahaan Pengembang
Tiada kata yang lebih tepat jika kita membawa nama perusahaan pengembang selain bisnis. Cagar Budaya Nelayan Terapung ini sangat berkaitan erat dengan ekonomi dan bisnis, sebagai suatu hal yang baru dan berbeda, dengan memiliki nilai jual yang tinggi dan menawarkan ramalan profit jangka panjang yang cukup menggiurkan. Di lain pihak pembangunan dan pengelolaan Cagar Nelayan Terapung ini membutuhkan para perusahaan pengembang sebagai pihak eksekutornya.
f. Kementrian Lingkungan Hidup
Cagar Budaya Nelayan Terapung sebagai kawasan konservasi biota pesisir dan laut yang juga menjadi kawasan pencegahan kepunahan sumber daya laut yang dekat dengan pesisir pantai tentunya sangat membantu kementrian lingkungan hidup terutama pada laboratorium pengembangan yang ada di dalamnya, ditambah lagi dengan konsep berwawasan lingkungan dengan pemberdayaan sampah-sampah.
- Manfaat Global Kawasan Cagar Budaya Nelayan Terapung
Secara khusus, fungsi dan manfaat konsep ini telah dijabarkan pada point-point sebelumnya, namun pada point ini akan ditambahkan lagi beberapa manfaat adanya Kawasan Cagar Budaya Nelayan Terapung secara global:
- Menjadi program pondasi pendukung Jakarta Waterfront City
- Menjadi alternatif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan
- Menjadi kawasan koservasi biota dan ekosistem laut
- Menjadi Alternatif Rekreasi edukasi bagi masyarakat Jakarta
- Menjadi lahan ekonomi dan bisnis, sebagai pembuka lapangan pekerjaan baru
- Menjadi wadah peneitian dan pengembangan ide-ide dan gagasan-gagasan intelektual akademisi
- Menjadi pemersatu dan pengentasan masalah perselisihan antara pihak-pihak terkait dalam Jakarta Waterfront City
- Menjadi ciri khas budaya waterfront city di Indonesia disbanding waterfront city lainnya di dunia
- Secara psikologis, Sebagai bentuk bahwa modernisasi akibat perubahan global tidak membuat Indonesia lupa akan Orisinalitasnya
- Sebagai langkah kembali berjayanya Indonesia sebagai Negara maritim
- MENJADI ROLE MODEL DI SELURUH NUSANTARA, JIKA TERJADI AIR PASANG DEMI TINDAKAN PREVENTIF ISU DIMANA TAHUN 2050 AKAN TENGGELAMNYA PULAU-PULAU DI INDONESIA.
Dengan melihat kembali kepada isu dan permasalahan serta potensinya, maka membangun dan mengembangkan Kawasan Cagar Budaya Nelayan Terapung dapat diposisikan sebagai salah satu alternatif yang perlu diprioritaskan dan direalisir dalam mengembangkan Jakarta Waterfront City. Karena pada dasarnya Jakarta Waterfront City perlu dikelola sedemikian rupa untuk dapat menciptakan lingkungan kehidupan yang nyaman, aman dan berkelanjutan bagi ekosistem, biota laut, dan masyarakat nelayan.
Pada saat ini, maka Kota Jakarta Utara harus bangkit sebagai Jakarta Waterfront City harus yang tidak hanya berdiri sejajar dengan kota-kota pesisir didunia, namun memiliki ciri khas originalitas dari Negara Indonesia. Ditamabah lagi dengan potensi MENJADI ROLE MODEL DI SELURUH NUSANTARA, JIKA TERJADI AIR PASANG DEMI TINDAKAN PREVENTIF ISU DIMANA TAHUN 2050 AKAN TENGGELAMNYA PULAU-PULAU DI INDONESIA.
Memang butuh waktu untuk merealisasikannya, namun dengan dasar pemikiran yang cukup matang dan jelas, Diharapkan konsep Cagar Budaya Nelayan Terapung dalam Jakarta Waterfront City ini dapat mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai negara maritim melalui pembangunan dan pengembangannya dengan adanya sinergi 6 pihak sarang lebah secara terpadu, terencana, adil dan makmur.
1 komentar:
menarik :)
Posting Komentar