CHAPTER 11:
LOVE IS (NOT ALWAYS) IN THE AIR…
Kehidupan remaja pastinya enggak
lepas dari yang namanya percintaan, baik yang hanya terus berharap sampai yang
doyan gonta-ganti. 3,5 tahun lebih di kampus cukup memberikan banyak pengalaman
manis maupun pahit buat gue. Tapi satu hal yang pasti, menurut gue pacaran
merupakan status yang membuat kita belajar bagaimana caranya menyayangi,
memahami, memelihara hubungan dan menerima pasangan kita apa adanya. Jujur, gue
emang termasuk kriteria yang gonta-ganti sampe julukan “player” buat gue udah
bosen gue denger dari orang-orang yang enggak ngerti kenapa gue sampe kaya
gitu, lebih banyak sirik aja kali ya. Tanpa bermaksut sok tahu, berikut gue
share hikmah apa saja yang gue alamin dalam belajar membangun hubungan ini.
Kalau
menurut gue ada beberapa hal yang dipertimbangkan kenapa seseorang harus atau
tidak harus berpacaran:
1.
Pertegas
dulu dalam diri kita, tujuan kita berpacaran itu apa?? Kalau bisa tujuan kita
sebaik mungkin, seperti belajar peduli terhadap pacar atau belajar untuk lebih
dewasa.Jika tujuan kita jelek, misalkan hanya sekedar gaya, status, biar
dibilang laku, atau hanya sekedar seks, mendingan dihilangkan dulu deh
pikiran-pikiran itu sebelum melangkah.
2.
Bisa
jadi memiliki pacar adalah alasan kita untuk rajin ke kampus, rajin untuk bisa
berprestasi agar dia bangga memiliki kita, dan mungkin rajin mengerjakan tugas
bersama juga sebagai alasan untuk dating. Di belakang kesuksesan seseorang ada
wanita yang kuat mendampingi.
3.
Jika
kita adalah tipe orang yang mudah bergaul dan dekat dengan lawan jenis,
bagusnya dipikirin dulu deh, pacar kita cemburuan atau enggak.
4.
Jika
kita adalah orang yang bebas dengan segala kesibukkan yang padat dan belum bisa
mengatur waktu dengan baik, sebaiknya jangan berfikiran untuk berpacaran
dahulu. Sadar ataupun tidak, pasangan kita sebenernya membutuhkan waktu yang
lebih dari cukup.
5.
Jika
kita masi belum bisa menghandle segala urusan kita sendiri, sebaiknya jangan
berfikiran untuk berpacaran dahulu. Sadar ataupun tidak, pasangan kita
sebenernya membutuhkan perhatian lebih dari yang kita berikan.
Kalau kita udah punya pondasi atau
pendirian yang baik, ga mungkin kita ga dikasi jalan untuk melangkah dan
memiliki pacar. Tapi niat aja belum cukup tentunya, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam proses mendapatkan hati sang target:
- Jangan
pernah mengunder-estimate diri sendiri
Banyak orang bilang yang penting
supaya bisa dilirik inceran kita ialah kepercayaan diri, tapi kalo menurut gue,
kepercayaan diri kadang-kadang juga jadi lebay, yang akhirnya jadi over percaya
diri, efeknya cewek pun jadi males ngeliat cowok yang kaya begini. Yang paling
penting menurut gue ialah enggak mengunder-estimate diri sendiri. Banyak orang
under-estimate terutama karena fisik, jujur gue salah satunya, gue ga punya
fisik yang menarik di bawah rata-rata mungkin. Tapi jangan berfikir kalo fisik
enggak menarik adalah nasib jomblo seumur hidup, karena setiap orang punya
kelebihan diri sendiri yang pastinya dilirik beberapa tipe cewek. Bangga-lah
dengan kelebihan kita, dan tunjukkan rasa bangga tersebut, secara tidak
langsung kita akan menghargai diri kita. Bagaimana kita dihargai dan dilirik
orang lain, kalau kita tidak bisa menghargai diri sendiri.
- Berikan
kenyamanan dengan ikhlas
Setelah kita kenal, setidaknya tau
nama dan nomer hp-nya, jangan cepat ngerasa pe-de kalo dia tertarik sama kita
lalu menghubunginya terus menerus. Dalam proses mengenal lebih dalam, yang
paling baik ialah dengan memberikan dia kenyamanan untuk terbuka kepada kita.
Kenyamanan ialah kunci membuka pintu-pintu lebih dalam ke dalam hatinya, jika
kita tidak bisa memberikan kenyamanan itu maka pintu yang lebih dalam-pun tidak
akan terbuka. Lakukan semuanya ikhlas karena kita peduli dengannya, bukan
karena mengharapkan dia membalas perasaan kita yang kemungkinan dapat membuat
perasaan kita berubah saat telah mendapatkan hatinya. Jika target kita sudah
merasa nyaman dengan kita, pintu untuk menjadi pacarnya hanya tinggal diketuk
saja agar kita dipersilahkan masuk tanpa harus meminta terlebih memaksa.
- Ga
boleh terlalu lama ngetem
Diambil dari salah satu postingan di
blog gue, antara angkot dan cinta. Nah ini diibaratkan, jangan kelamaan dalam
mengambil keputusan kepada inceran kita yang udah dalam zona kenyamanan kita,
yang ngebuat si calon pasangan bertanya-tanya, ini orang maunya apa sih?
Berangkat ga sih kita? Kalo kata penumpang.. Yang ada akhirnya si penumpang
malah kabur nyari angkot laen.. Tapi yang harus dipelajari juga, biasanya si
penumpang nanya dulu ke si supir"berangkat ga?" jangan diem aja liat
kelakuan si supir..
Berikut adalah sedikit sharing kisah
cinta-cintaan gue pada masa-masa di kampus:
1.
Unforgivable
Mistake
Seperti yang disinggung dari CHAPTER
1, Maly adalah kisah pertama gue setelah kuliah berlanjut dari masa-masa SMA.
Meskipun Maly adalah cinta pertama gue, namun seiring berjalannya waktu,
masalah-masalah gue menumpuk di awal-awal perkuliahan membuat gue sangat labil
dalam menjalani hubungan gue dengan Maly. Hal yang paling enggak bisa gue
tolerir ialah tekanan dari keluarga gue, mulai dari bokap yang selalu
membawa-bawa nama Maly dalam perang dingin dulu, nyokap juga nenek gue yang
kurang suka sama dia. Saat itu gue ngerasa kalau Maly enggak akan punya masa
depan sama gue yang labil dan penuh masalah, terus bersama Maly hanya akan
melibatkan dia dalam segala masalah gue. Sangking berartinya dia buat gue saat
itu, gue enggak tau gimana cara buat mutusin dia. Hal bodoh yang akhirnya gue
lakukan ialah selingkuh dan membuat dia muak dengan gue dan berharap dia bakal
ngelupain gue selamanya. Dua kali gue pacaran dengan orang selain Maly, namun
membuahkan hasil dimana gue tetep aja harus memutuskan hubungan gue sama Maly
tanpa mengatakan masalah yang sebenernya. Pacar pertama gue selain Maly,
akhirnya gue tinggal begitu aja tanpa kabar. Pacar kedua gue yang juga selain
Maly, adalah anak lingkungan yang sebenernya disukain juga sama seorang sahabat
gue yang brother gue banget saat itu. Kalo dihakimin, mungkin gue kena pasal
berlapis dan enggak akan dimaafin mungkin, terutama karena gue udah
menyia-nyiakan orang yang tulus menyayangi gue. Bukan karena masalah yang
akhirnya mengikis perasaan cinta gue, penyesalan atas tindakan bodoh gue yang
akhirnya menguburnya dalam-dalam.
2.
LDR
(Long Distance Relationship, bukan Long Dick Reduction!!)
Walaupun Cuma antara bandung dan
depok, atau bogor mungkin tepatnya, menurut gue ini udah termasuk LDR bukan
karena jarak harus minimal kaya solat jamak, tapi karena raga yang sulit
dipertemukan, duileeh. Di film kambing jantannya-raditya dika diceritain kalau
98% LDR itu berakhir dengan kegagalan, dan gue adalah salah satu dari 98%
tersebut. Inestania, seorang mahasiswi Sekolah Tinggi Manajemen dan Bisnis
Bandung, merupakan LDR gue waktu gue semester 4. LDR itu butuh pulsa yang
banyak, LDR itu butuh kepercayaan yang lebih, dan yang pasti semakin jauh
jarak, semakin besar pengorbanan yang dibutuhkan. Sangking jarang dan sulit-nya
bertemu, dulu gue bisa menghabiskan dua sampai tiga jam untuk nelpon ines, sms
yang kuantitasnya juga cukup menguras
pulsa sms, ditambah social network juga, karena kami sadar bahwa komunikasi
memang kunci dalam menjaga kepercayaan masing-masing. Sekali-nya kami bertemu,
pasti ingin melukis momen yang luar biasa, ke Ancol, nonton Java Rocking Land,
atau ke Pekan Raya Jakarta misalnya. Namun semua itu jelas ga ada apa-apanya
dibanding arti mempertahankan sebuah hubungan, bahkan dulu gue sempet
bela-belain ke Bandung dalam kondisi gue masi banyak perban akibat kecelakaan,
Efek cinta memang dahsyat. Udah cukup??? Ternyata belum bro and sis, sebagian
besar pasangan, termasuk ines, butuh perhatian lebih dari sekedar telfon, atau
komunikasi sosnet, tapi keberadaan kita secara real di sampingnya yang bisa ada
setiap saat dia membutuhkannya. Dan pada akhirnya, gue harus ngerelain
ngembaliin Ines sama seseorang di bandung, yang notabene adalah mantannya
sebelum gue curi.
3.
She
is too much
Ini sebenernya tingkat yang lebih berbahaya
dari pada mengunder-estimate diri, dimana memang kita merasa dia terlalu
sempurna untuk dipertahankan. Dian, gadis yang sempet gue singgung sedikit di
CHAPTER 3, menurut gue dia terlalu sempurna untuk bahkan gue percaya-in gue
pernah bersama dia. Gue bersama dian itu sewaktu semester 5, dimulai setelah 1
minggu gue selesai dengan Ines.Kenapa dia gue bilang terlalu sempurna?? Karena
gue ngerasa ga ada dari diri gue yang bisa dia banggain, level gue jauh banget
dibawah dia, secara fisik, dia sama bahkan lebih aktif dibanding gue di kampus,
dia lebih kreatif dan dewasa, dia lebih social aware dari gue, kuliah dia lebih
lancar dibanding gue, bahkan dalam olahraga, dian emang jago futsal, tapi dian
berhasil menguasai teknik tennis yang gue pengen ajarin sebagai sarana dating.
Kami ga banyak melakukan hal yang luar biasa, hanya ice skatting dengan para
pasangan anak kapal saat itu saja mungkin. Tapi every simple little thing
begitu bermakna luar biasa karena sosok dian yang memang luar biasa, sandaran
dan pegangan eratnya saat final PIASTRO, rekaman gombal-annya, foto kecupan
kecilnya di pipi, cara dian menyimpan ungkapan-ungkapan sayang gue di
laptopnya, dan yang paling ga bisa gue lupain ialah sebuah catatan kecil
bertuliskan “aku sayang kamu -dii” yang
dia tempelkan tanpa gue sadari di pintu merzo (panggilan untuk mersi e220 gue)
saat gue pulang. Namun perasaan bersalah yang luar biasa juga yang dirasakan,
seperti saat gue bikin dia kecewa saat gue enggak menemani dia saat pulang dari
kampus dalam keadaan sakit, saat gue beberapa kali bikin dia nangis karena
sikap egois gue, dan yang paling parah ialah kelanjutan setelah hubungan gue
dengan dia udah berakhir secara enggak baik-baik dengan penuh tanda Tanya dan
sampe saat gue nulis ini-pun enggak terselesaikan. Seperti yang gue tulis dalam
postingan gue berjudul NIRA, Menyesalinya? Tentu tidak, karena gue telah
memberikan yang terbaik untuk dia, hanya mungkin waktu yang ia berikan ke gue
untuk membahagiakannya cukup sampai di situ.
4.
Thanks
God I Found You
Seperti lagu Karena Dia-nya The
Bannery yang gue denger pas PIASTRO, rasa demotivasi dalam menjalani hubungan
begitu terasa setelah berakhirnya hubungan gue sama Dian. Berkali-kali gue
konslet, atau menjalani hubungan singkat, yang kalo dirata-ratain hubungan gue
sama mereka ga sampe satu caturwulan mungkin. Sampai pada akhirnya gue
menyanyikan lagu kerispatih, Akhir Penantianku, dimana gue menemukan sosok Kiki
Mutiara, mahasiswi arsitektur 2007. Walaupun saat itu gue dan Kiki sama-sama
sedang memiliki pasangan, kami kenal, dekat, dan merasa cukup nyaman satu sama
lainnya dengan cukup instan. Kenyamanan yang mudah gue rasain bareng dia,
dikarenakan gue ngerasa dia memang dibuat sempurna dalam kondisi gue saat ini,
dan terus kedepannya I wish. Dimana parameter kesempurnaannya?? Kami satu
kampus dan anak arsitektur pula (lumayan cocok lah Naval Architecture dengan
Architecture), sama-sama suka warna ungu, satu pola pemikiran yang terlihat
saat kami sharing sebagai sahabat, memiliki pekerjaan sama di Prima Study, sama-sama
berencana lulus 4,5 tahun dengan topic skripsi yang sejalan, dan berencana
wisuda bersama (so sweeeet). Kesempurnaan tersebut yang membuat gue akhirnya
dengan berat hati meninggalkan pacar gue saat itu, seorang anak IPB yang coba
gue perjuangin setelah dia menemani gue cukup lama saat gue mencoba memperbaiki
hati gue yang cukup berantakan, dan memilih melanjutkan hubungan dengan Kiki ke
arah yang lebih serius. Pesan gue, sebagai cowok, kita harus berani membuat
keputusan untuk seorang yang benar-benar kita sayangi!! Sejauh sampai gue
menulis ini, gue ngerasa gue benar-benar jatuh cinta sama kiki lebih dari cinta
pertama gue sama Maly dulu. Hubungan gue dan Kiki cukup lancar, dengan kami
sama-sama mau saling menerima kekurangan serta mempelajari setiap masalah,
saling terbuka untuk mengutarakan apa yang kami inginkan, saling memotivasi di
saat salah satu membutuhkan, dan berita baiknya Kiki diterima oleh keluarga gue
dengan respon yang cukup baik sampe-sampe nyokap gue sering ngundang Kiki buat
ke rumah saat weekend, dan Nenek gue memberikan beberapa asesoris kepada Kiki.
Besar harapan gue this is the last forever, and after all thanks god I found
Kiki in the end of this colledge life.
0 komentar:
Posting Komentar