Alin itu bukan Aljabar Linear, pelajaran yang
mungkin mayoritas paling “disukai” di kampus!! Hahaa… ga banget deh gue
ngebahas aljabar linear… Alin juga bukan tentang Anak Trisakti yang gue kenal
pas Sampoerna Best Student Visit 2010 (SBSV 2010) yang doyan gue ledekin kaya
ikan kembung, wkwkwk…. Biar ga penasaran (Siapa juga yang penasaran!!!) baca
lanjut aja deh… *kok kayanya ini tulisannya ga penting yah…
Masuklah ke Periode SMA, periode yang kata
orang merupakan masa-masa puber, masa dimana seorang mulai menemukan jalan
hidupnya sendiri. Dengan tujuan membuat nyokap gue bangga, akhirnya gue
memutuskan untuk masuk ke SMA 1, SMA terfavorit di Bogor saat itu, Sekolah
Rintisan “Bertarif” Internasional (Bertaraf Maksudnya, hehehe). Sebenernya ini
merupakan pilihan yang cukup nekat, karena gue khawatir ga bisa bayar uang SPP
dan uang bangunannya, tapi ternyata kenekatan ini dikasih jalan keluar sama
Allah, Bokap gue ngajak keluarga gue dan nyokap kembali ke VIP dan mau
menanggung biaya keluarga gue, Alhamdulillaaah.
Gue kembali lagi masuk ke komunitas yang asing, karena
temen-temen deket gue dari SMP, ga ada yang masuk Smansa, di sini mayoritas
pindahan dari gedung sebelah, SMP 1. Walaupun gue udah ada perkembangan dalam
pergaulan waktu SMP, enggak seautis waktu jaman SD, tapi tetep aja di sini
berkesan gue adalah anak luar yang masuk ke sebuah komunitas yang udah jadi,
jadi agak males aja. Masa-masa MOS dan masa-masa kelas X semester 1 ga banyak
yang berkesan buat gue di sekolah, malah justru hal-hal di luar sekolah yang
punya kesan buat gue, and again its about love. (dasar remaja, cinta-cintaaan
muluu)
Kembali
lagi repost dari Blog nih, yang berjudul Alin, Cuma difleksibelin dikit biar ga
mellow banget. Cerita
berawal saat dua
sohib gue (perlu
diketahui dua
sohib gue yang ini
punya pergaulan agak labil dan lebih baik disensor nama-namanya), memiliki ide untuk ngajak gue nginep di sebuah
villa di puncak milik mereka dengan alibi merayakan kelulusan gue (lulus SMP dan masuk SMA 1,
katanya mah), awalnya
agak males juga karena memang gue ga begitu percaya sama orang-orang ngaco ini, mereka paling hanya ingin
memanfaatkan transportasi dari gue saja, namun dengan diiming-imingi akan dikenalkan dengan
seseorang gadis, gue pun mengiayakannya (disogook), karena pada saat itu memang hati gue sedang pada titik terendah (perlu diketahui titik terendah hati gue
adalah ketika gue malah bermain dengan perasaan, maen embat, smsin, dan deketin
cewe mana aja, ngacoo!!).
Hari yang direncanakan pun tiba, gue jemput kedua teman ngaco gue itu, lalu mereka minta gue jemput pacar mereka beserta temannya, gue pun ikut saja apa kata mereka, biarin disangka driver juga. Dan saat menjemput, sungguh gue heran, gile ni bocah muka pada ancur pacarnya
mantep-mantep banget. Dan di sana lah Gue dikenalkan dengan Lani sesuai janji kedua temanku itu. Perlu diketahui juga, umur
orang-orang dalam cerita ini sekitar 5 tahun di atas gue. Pandangan gue tentang Lani pertama kali, dia cantik terawat dengan bentuk fisik
proporsional, yang paling tidak mungkin dilupakan ialah suaranya yang seksi pas
kenalan, aduuh
leyuuur, mbak iniii.
Selama di perjalanan, benar saja kedua
teman gebelek hanya asik dengan pasangannya
masing-masing, beruntung ada Lani yang nemenin gue di
bangku depan, dan kami mulai saling mengenal formal. Setelah sampai di villa
yang dituju, kami bersenang-senang di sana, bermain billiard, bakar jagung,
bermain kartu, cekakak-cekikik ga jelas, yah pokonya kelakuan anak muda lah.
Malam semakin larut, dan apa yang dilakukan kedua teman gue dan pasangannya?? Bisa ditebak lah 18+ (makannya ni gue sensor).. Tinggallah gue dan Lani di ruang
tamu, dan kami mulai akrab saling mengenal secara individu lebih dalam hingga gue mengantuk dan ketiduran. Saat terbangun gue kaget bukan kepalang, gue sudah ada di pangkuan Lani ”kamu kalau tidur lucu kaya kucing” gue jadi salah tingkah dan muka gue memerah malu, damn, kenapa bisa jadi kaya gini?? Lalu
kamipun pulang, dan yang gue kesalkan
ialah, pada saat terakhir gue tahu kalau mereka ialah “Wanita bayaran” karena kedua sohib ngaco gue memberikan sejumlah uang kepada
mereka.
Lani, kerap kali mengirimkan sms ke gue, tapi gue ga terlalu meresponnya, karena gue sedikit menjaga-jaga diri sama tipe cewek kaya begini, hingga pada suatu kesempatan pas ga sengaja ketemu
waktu liburan semester kelas X sekaligus pindah kelas dari X-6 ke kelas X-7, Lani ngejelasin bahwa ia menolak uang yang diberi teman gue itu, dan ia pure ingin kenal lebih dekat dengan gue, Guepun
melunakkan hati gue. Dan
disinilah berawal kekaguman gue atas sesosok Lani, fokus dan lupain yang laen-laennya (ngilaaang ga
bertanggung jawab).
Pada awal intensifnya komunikasi kami, Lani menganggap gue mirip seperti adiknya yang telah meninggal, dan guepun menerimanya karena gue sat itu lagi butuh banget sosok teteh,
bukan sosok pacar (walaupun dulu ada cewe yang gue suka di kelas X-7), di mana
keluarga gue berangsur-angsur mulai ancur lagi dan gue ditinggal di VIP
sendirian, bokap sama keluarganya, dan nyokap ngungsi bareng adik-adik gue. Lani memberikan semua perhatian yang
sangat gue butuhkan pada saat itu. Gue banyak belajar darinya bagaimana tetap bisa bertahan dan
survive menghadapi segala macam cobaan yang datang, bagaimana tegar, bagaimana
berfikir positif, dan bagaimana menikmati hidup walau pada titik kehancuran
sekalipun.
Masalah yang gue hadapi saat itu tidak ada apa-apanya dibanding apa yang ia
jalani, terpaksa menjadi pekerja seks, mengorbankan dirinya untuk masa depan
keluarganya terutama adik-adiknya yang masih kecil, setelah ayahnya dengan
tidak bertanggung jawab meninggalkan keluarganya sehingga membuat ibunya syok
sehingga sakit-sakitan tidak bisa menghidupi anak-anaknya sendirian, sehingga
salah satu adiknya yang seumuran dengan guepun akhirnya meninggal karena kurangnya biaya pengobatan pada
waktu ia sakit parah.
Sebagai anak paling tua, Lani tidak mau adik-adiknya patah arang dan tidak
memiliki masa depan, ia harus tetap kelihatan tegar menghadapi segalanya, ibu dan adik-adiknya adalah alasan ia hidup sekarang, percis dengan apa yang terjadi
dengan gue. Selain
tegar, Lani pun gadis yang cerdas, terbukti dengan prestasi yang ia miliki,
selama mengemban ilmu sampai ia lulus kuliah. Bisa seimbang antara survive
dalam hidup dan prestasi akademis, selain sebagai kekasih, Lani adalah panutan gue. Beruntung sekali adik-adiknya memiliki teteh seperti itu.
Dan gue? Sangat beruntung menjadi kekasihnya,
walau gue juga tidak begitu tahu kenapa Lani mau berbagi waktu dengan gue, gue hanya pemegang kunci segala rahasia hidupnya, tempat ia sharing
secara lepas, dan gue hanya
berbagi ilmu tentang agama kepadanya, rahasia ketenangan batin. Ini mirip sama pengalaman gue dan
Cathrine dulu, yang pengen gue tebus.
Selang waktu berjalan, Akhirnya Lani
berhasil mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan kapabilitasnya,
dan dapat mencukupi kebutuhan keluarganya. Itulah hidup, jika kita terus
semangat serta ikhlas menjalani semuanya, Suatu saat pasti akan ada cahaya
terang jalan keluar, Allah Maha mendengar doa hamba-hambanya yang ikhlas. Lanipun
akhirnya keluar dari dunia gelapnya, ia mulai memakai kerudung, dan gue sangat-sangat bahagia menjadi saksi perubahan itu,
Subhanallah!!
Seperti kehidupan gelap Lani yang
berakhir, setelah itu hubungan gue dengan Lani yang harus berakhir. Direktur tempat Lani bekerja,
yang ternyata orang tuanya pun mengenal ibu dari Lani, telah jatuh hati kepada Lani
dan langsung melamar Lani menjadi istrinya, “jelas saja, siapa yang tidak jatuh
hati kepada Lani saat ini, cantik, cerdas, tegar, dan islami” pikir gue, Lani adalah calon istri dambaan. Hal ini jelas akan
membingungkan bagi gue juga untuk Lani,
bagi hubungan kami. Gue lah yang
sudah sepantasnya mengalah saat itu, sudah saatnya Lani merasakan kebahagiaan
yang utuh dan memiliki masa depan cerah untuk dirinya sendiri, terlebih ada
seseorang yang mau menikahinya dengan menerima segala latar belakang gelap
seorang Lani, ia adalah calon suami yang ideal untuk Lani.
Walau perih, walau sulit untuk
mengikhlaskannya, tapi inilah yang terbaik, bisa menjadi saksi kehebatan dan
ketegaran seorang Lani saja itu sudah cukup, hidup gue pun masih sangat panjang, suatu saat nanti gue pun akan mendapatkan kebahagiaan yang sama, dan semua yang
diajarkan Lani pada gue tidak akan gue lupain selamanya. Gayaaaa….
0 komentar:
Posting Komentar